×

Bawang Merah Bukan Hanya Brebes

2020-10-02 - Soekam Parwadi - Direktur Paskomnas Indonesia

Bawang Merah..

Bukan hanya Bima-Brebes...


Ingat Bawang merah, lalu ingat dongeng, ingat Brebes, ingat sate atau ingat Palu. Yang mengingat dongeng, biasanya adalah generasi tua yang dulu semasa kecil mendengar dongeng “bawang merah – bawang putih” dari Ibu atau neneknya beserta Burung berwarna emas sebagai pemeran ketiganya. Dalam dongeng Melayu-Indonesia yang berkembang di Riau itu, diceritakan Bawang merah diceritakan sebagai gadis yang berperilaku jahat.

Kalau ingat Brebes, karena 25% lebih produksi nasional bawang merah diproduksi di Kabupaten Brebes, sehingga kabupaten dipantura paling barat Jawa Tengah itu dijuluki sebagai “kota bawang”. Sate..? terutama sate kambing, yang juga sangat terkenal lezatnya di Brebes, selalu dilengkapi bawang-merah sebagai bumbu/lalapnya. Hmmm… sensasi rasanya sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Kalau Palu, provinsi di Sulawesi Tengah itu sangat terkenal dengan bawang-goreng yang terlezat di Indonesia, bahkan didunia. Sekarang bawang-goreng bukan hanya sebagai bumbu masak, tetapi banyak dikonsumsi sebagai camilan. Hmmmm… dulu kalau makan bawang-goreng suka dimarahi Ibu, karena dianggap anak yang “nggragas”.

 

Mengapa kalau bicara Bawang merah selalu Brebes yang terkenal, itu hanya karena pasar bawang-merah terbesar itu ada di Jakarta dan sekitar atau Jabodetabek. Sementara di Jabodetabek itu penduduknya berasal dari seluruh Indonesia yang juga konsumen bawang-merah. Karena dipasaran adanya bawang-merah dari Brebes, lalu pasokannya juga kontinyu dari Brebes, maka seolah-olah yang terbaik ya bawang-merah Brebes. Padahal selain Brebes, masih ada 75% produksi nasional yang berasal dari Madura, Nganjuk, Kediri, Probolinggo dan sekitar di Jatim; Kulonprogo – DIY, Mataram – NTB, hingga Palu dan Manado. Karena saking terkenalnya Brebes, Bawang merah dari Jawa Timur dan dari manapun yang akan dipasok ke Jabodetabek, kebanyakan “transit”dulu di Brebes. Setelah di Brebes, bawang merah transit itu bias dicampur dengan bawang-merah Brebes (jenis Bima) atau hanya berganti truk. Kadang dipasar induk Jabodetabek, asal barang dapat dikenali dari nomor mobilnya. Maklum, kemasan bawang-merah tidak bermerk. Akhirnya, karena semua itu, nama bawang merah menjadi Brebes menjadi “juara” dipasar. Sama seperti Cabe rawit merah, yang terbaik ya dari Blitar. Karena pasokan kepasar Jabodetabek paling kontinyu, semua konsumen mengkonsumsinya. Sementara rumah makan akan membuat resep/menu dengan bahan yang selalu ada dipasar. Ini yang membuat bawang-merah Brebes, Cabe rawit-Blitar, menjadi semakin popular.

 

Namun sejak awal tahun 2000-an, lahan bawang merah Brebes agaknya sudah kelelahan. Begitu juga lahan di Jawa Timur hingga NTB. Untuk menghasilkan produksi bawang merah lebih dari 10 ton/ha harus digunakan pupuk yang dosisnya dua kali lipat dibanding dosis pupuk tahun 70-an. Selain pupuk, penggunaan pestisida juga semakin besar pula, bahkan jauh melampaui ambang batas aman. Selain “keamanan pangan” bawang-merah Brebes dan empat sentra di Jawa hingga NTB menghadapi masalah tingginya harga pokok produksi (break event point/BEP) yang tinggi. Kalau dihitung-hitung, BEP bawang merah disentra-sentra itu sudah lebih dari Rp12.000,-/kg.

Masalah yang dihadapi para petani dan pelaku perdagangan Bawang-merah adalah daya beli masyakat menengah kebawah yang jumlahnya lebih dari 85% penduduk kota. Mereka berharap harga murah. Itulah akhirnya menjadi peluang bisnis bagi penjual bawang merah lain, termasuk dari luar negri.

Untuk menghadapi itu, para ahli bawang-merah menemukan solusi berupa pengembangan bawang-merah dengan biji. Sementara biaya pupuk yang tinggi belum ada solusinya, benih biji bawang merah ini merupakan jalan terbaik mengatasi tinggianya biaya produksi, yang 30-40% diantaranya adalah biaya bibit dari umbi. Kalau harga bibit umbi sekitar Rp40.000,-/kg, penggunaan benih biji dapat menghemat biaya sekitar 65% dari biaya bibit. Apalagi kalau harga bibit lebih dari Rp50.000,-/kg, penggunaan benih biji akan sangat mnghemat biaya. Dihitung-hitung, BEP karena penggunaan benih biji bawang merah dapat turun menjadi HANYA sekitar Rp5.000,-/kg. Hal itu didukung oleh produktifitasNYA antara 20 – 30 ton/ha.

Soal rasa, aroma, setelah diuji dipasar induk Tanahtinggi - Tangerang, salah satu jenis bawang merah biji bernama LOKANANTA yang nampak lebih besar ukurannya itu, oleh beberapa konsumen mengatakan terasa lebih “sreng/pedes”. Lalu para pedagang teriak..…”mana Pak barangnya….?”… Dengan harga pokok/BEP Rp5.000,- petani dapat untung besar, walau menjual dengan harga Rp12.000,-/kg. Harga jual dipengecer maksimal dapat dibawah Rp20.000,-. Itu harga yang menyenangkan bagi konsumen.


Support
Customer Service
Halo, ada yang bisa kami bantu?
+6281287711202
×
Carisayur WA